Latest Post



Untuk teman-teman yang akses dari web smartphone atau akses dari aplikasi silahkan klik text yang berjalan di bawah untuk masuk ke room isbat.
Apabila text berjalan tidak muncul silahkan download browser chrome terlebih dahulu (KALAU SUDAH ADA ABAIKAN YANG INI)   kemudian klik Disini
 Dan apabila mempunyai keinginan  untuk naik level dan menjadi Staff Room ISBAT Silahkan mengirimkan Pengajuan ke admin@santriamatir.com  atau melalui formulir disini

Hukum Puasa Tinggalkan Shalat

Shalat merupakan ibadah pokok dalam Islam dan wajib dikerjakan bagi orang yang sudah memenuhi persyaratan. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa shalat ialah amalan pertama yang dilihat (hisab) Allah di hari akhirat kelak (HR Ibn Majah).

Bahkan dalam hadits lain dikatakan, “Antara hamba (mukmin) dan kafir ialah meninggalkan shalat,” (HR Ibnu Majah). Maksudnya, meninggalkan shalat dapat menjadi perantara seorang untuk menjadi kafir.

Dua hadits yang dikutip di atas menunjukan betapa pentingnya mengerjakan shalat. Terlebih lagi, terdapat kesepakatan ulama (ijma’) bahwa shalat termasuk kewajiban yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Siapapun yang sudah memenuhi persyaratan, mesti mengerjakannya dalam keadaan apapun dan sesulit apapun. Selain puasa, terdapat kewajiban pokok lain yang hukumnya setara dengan shalat, seperti puasa, haji, dan zakat.

Kemudian, bagaimana hukumnya mengerjakan puasa, tetapi tidak mengerjakan shalat? Apakah puasanya masih dihukumi sah mengingat shalat sebagai amalan utama dan pokok?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita mesti merinci terlebih dahulu atau paling tidak bertanya kepada orang yang tidak shalat tersebut, kira-kira apa alasannya meninggalkan shalat. Apakah karena mengingkari kewajibannya atau lantaran malas. Sebab keduanya memiliki implikasi hukum yang berbeda-beda. Hasan Bin Ahmad al-Kaf dalam Taqriratus Sadidah fi Masail Mufidah menjelaskan:
له حالتان: فتارة يتركها جحودا وتارة يتركها كسلا: إذا تركها جحودا، أي: معتقدا أنها غير واجبة هو كالمرتد........،  إذا تركها كسلا: وذلك بأن أخرجها عن وقت الضرورة فهو مسلم

Artinya, “Ada dua kondisi orang yang meninggalkan shalat: meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya dan meninggalkan shalat karena malas. Orang yang masuk dalam kategori pertama, maka ia dihukumi murtad. Sementara orang yang meninggalkannya karena malas, hingga waktunya habis, maka ia masih dikatakan muslim.”

Berdasarkan pendapat ini, orang yang tidak mengerjakan shalat karena mengingkari kewajibannya, puasanya batal secara otomatis. Sebab dia sudah dianggap murtad dan keluar dari Islam termasuk hal yang dapat membatalkan puasa. Sementara puasa orang yang tidak mengerjakannya karena malas atau sibuk, statusnya masih muslim dan puasanya tidak batal secara esensial.

Kendati puasanya tidak batal secara esensial atau secara hukum fikih tidak dianggap batal dan tidak wajib qadha, namun puasanya tidak bernilai apa-apa dan pahalanya berkurang. Dalam Taqriratus Sadidahdisebutkan:

بطلات الصوم هي قسمان: قسم يبطل ثواب الصوم لا الصوم نفسه، فلا يجب عليه القضاء، وتسمى محبطات. وقسم يبطل الصوم وكذلك الثواب – إن كان بغير عذر- فيجب فيه القضاء، وتسمى مفطرات. 

Artinya, “Pembatalan puasa itu dibagi menjadi dua kategori: pertama, pembatalan yang merusak pahala puasa, namun tidak membatalkan puasa itu sendiri. Kategori ini dinamakan muhbithat (merusak pahala puasa) dan tidak diwajibkan qadha; kedua, sesuatu yang dapat membatalkan puasa dan merusak pahalanya. Bila melakukan ini tanpa udzur, maka wajib mengqadha puasa di hari lainnya. Kategori ini dinamakan mufthirat (membatalkan puasa).

Menurut penulis, meninggalkan shalat itu dapat dikategorikan sebagai muhbithat al-shaum. Dia tidak merusak keabsahan puasa, tetapi dia merusak pahala puasa. Sehingga, ibadah puasa yang mereka kerjakan tidak bernilai di hapadan Allah. Meskipun demikian, dia diharuskan untuk tetap berpuasa sebagaimana mestinya dan mengqadha shalat yang ditinggalnya. Wallahu a’lam.

     
Tingkat  Perkembangan  Motorik  Anak  0-15  Bulan
berikut hp akan menjelaskan tentang Perkembangan motorik anak 0-15 Bulan dari beberapa sumber.
    perkembangan motorik anak sebagai berikut:
      a.        Tengkurap,  mengangkat  kepala
b.       Tengkurap dada diangkat,  menggunakan  lengan  untuk menahan
c.        Berguling
d.       Menahan  berat  dengan  kaki
e.        Duduk  tanpa  berpegangan
f.        Berdiri  dengan  berpegangan
g.       Menarik  badan  hingga  berdiri
h.       Berdiri  menggunakan  perabotan  untuk  bertahan
i.         Berdiri  dengan  mudah
j.         Berjalan  dengan  mudah
Mudah-mudahan manfaat






Demikian Allah swt merahasiakan malam lailatul qadar dari umat manusia. Hanya orang-orang istimewa yang bisa memahami malam istimewa. Termasuk orang istimewa itu adalah hamba pilihan yaitu al-Musthafa Muhammad Rasulullah saw. Begitu istimewanya sehingga para sahabat sangat mengidam-idamkan malam lailatul qadar dan memberanikan diri bertanya kepada Rasulullah saw<>


فقد سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن علاملت ليلة القدر فقال هي ليلة بلجة اي مشرقة نيرة لاحارة ولا باردة ولاسحاب فيها ولامطر ولاريح ولايرمى فيها بنجم ولاتطلع الشمس صبيحتها مشعشة


Rasulullah saw pernah ditanya tentang tanda-tanda lailatul qadar, maka beliau bersabda: yaitu malam yang terang dan bercahaya, udaranya tidak panas dan tidak dingin, tidak ada mendung tidak ada hujan, tidak ada gerak angin dan tidak ada bintang yang dilempar. Paginya matahari terbit dengan terang tapi tidak terlalu memancar.


Meskipun menjadi manusia piliahan yang sudah dijamin oleh Allah swt kemuliaannya, Rasulullah saw tetap berusaha mendapatkan lailatul qadar setiap bulan Ramadhan dengan melakukan ibadah malam entah itu shalat, membaca al-Qur’an, beristighfar juga berzdikir dan berdo’a. Hal ini dibuktikan sendiri oleh Aisyah dan disampaikan melalui haditsnya:


كان رسول الله صلى الله عليه وسلم اذا دخل العشر احيا الليل وايقظ اهله وشد المئزر


Apabila Rasulullah saw. memasuki malam sepuluh terkahir bulan Ramadhan, beliau beribadah dengan sungguh-sungguh serta membangunkan anggota keluarganya.


Begitulah gambaran dari Sayyidah Aisyah tentang Rasulullah saw dan keluarganya dalam rangka memperoleh lailatul qadar. Bahkan Sayyidah Aisyah sendiri sempat bertanya kepada Rasulullah saw tentang do’a yang sebaiknya dibaca ketika memperoleh malam lailatul qadar.


يا رسول الله اذا وفيت ليلة القدر فبم ادعوا؟ قال قولى "اللهم انك عفو تحب العفو فاعف عنى"


Wahai Rasulullah, kalau kebetulan saya tepat pada lailatul qadar, do’a apakah yang harus saya baca? Nabi menjawab “bacalah “ALLAHUMMA INNAKA ‘AFWUN TUHIBBUL AFWA FA’FU ‘ANNI – Ya Allah Engkaulah maha pengampun, senang kepada ampunan, maka ampunilah aku”


Wal hasil Rasulullah saw telah memberikan kepada umatnya beberpa alamat tentang malam lailatul qadar, juga amalan dan do’a ketika bertepatan memperolehnya.


sumber : NU Online

Inilah Pengertian Frase Lebih Baik Dari Seribu Bulan

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Pengasuh Bahtsul Masail NU Online yang terhormat. Bahwa di sepuluh akhir bulan Ramadhan ini banyak orang mengharapkan mendapatkan lailatul qadar. Biasanya mereka meningkatkan intensitas ibadah di sepuluh terakhir bulan Ramadhan dengan harapan mendapatkan lailatul qadar.

Namun yang ingin kami tanyakan adalah apa maksud lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan? Pertanyaan selanjutnya adalah amalan apa yang sekiranya dapat mempermudah atau mempercepat kita mendapapatkan lailatul qadar. Atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ’alaikum wr. wb.(Wahyu/Bandung)

Jawaban
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Ada dua pertanyaan yang diajukan kepada kami. Pertama mengenai maksud dari malam lailatul qadar atau malam kemulian lebih baik dari seribu bulan. Kedua tentang amalan yang sekiranya dapat mempercepat kita mendapatkan lailatul qadar. Mengingat keterbatasan ruang dan waktu, maka kami akan menjawab pertanyaaan pertama terlebih dahulu. Sedang pertanyaan kedua insya Allah akan segera menyusul dalam edisi berikutnya.

Sebagaimana yang kita ketahui secara umum bahwa Al-Qur’an diturunkan pada lailatul qadar (Malam Kemulian). Dan ditegaskan pula bahwa lailatul qadar lebih baik baik dari seribu bulan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam surat Al-Qadar berikut ini.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3)

Artinya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) pada Malam Qadar (Malam Kemulian). Dan tahukah kamu, apa Malam Qadar itu? Malam Qadar itu lebih baik dari seribu bulan,” (QS Al-Qadr []: 1-3).

Maksud Al-Qur`an diturunkan pada Malam Qadar menurut Ibnu Abbas RA dan selainnya adalah diturunkan oleh Allah sekaligus (jumlatan wahidah) dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Baru kemudian setelah itu diturunkan kepada Rasulullah SAW secara selama kurang lebih dua puluh tiga tahun secara bertahap sesuai dengan kebutuhan. Demikian sebagaimana dikemukakan Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir-nya.

 قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَغَيْرُهُ: أَنْزَلَ اللهُ الْقُرْآنَ جُمْلَةً وَاحِدَةً مِنَ اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ إِلَى بَيْتِ الْعِزَّةِ مِنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا، ثُمَّ نُزِلَ مُفَصِّلًا بِحَسَبِ الْوَقَائِعِ فِي ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ سَنَةً عَلَى رَسُول ِاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya, “Menurut Ibnu Abbas ra dan yang lain Allah menurunkan Al-Qur`an sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia, kemudian Al-Qur`an diturukan kepada Rasulullah saw secara bertahap sesuai dengan kebutuhan realitas dalam rentang waktu dua puluh tiga tahun” (Lihat Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur`an al-Azhim, Riyadl-Daru Thayyibah, cet ke-2, 1420 H/1999 M, juz VIII, halaman 441).

Lantas, bagaimana dengan maksud Malam Qadar lebih baik dari seribu bulan sebagaimana dikemukakan dalam ayat di atas? Untuk menjawab pertanyaan ini maka kami akan mengacu kepada penjelasan para ahli tafsir.

Menurut mereka, Malam Qadar lebih baik dari seribu bulan ialah amal kebajikan yang dikerjakan pada Malam Qadar lebih baik daripada amal kebajikan yang dilakukan selama seribu bulan yang di dalamnya tidak adalam Malam Qadar. Termasuk di dalamnya adalah ibadah puasa dan shalat tarawih, bersedekah dan ibadah-ibadah lainnya.

قَالَ كَثِيرٌ مِنَ الْمُفَسِّرِينَ: أَيْ العَمَلُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْعَمَلِ فيِ أَلْفِ شَهْرٍ لَيْسَ فِيهَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ

Artinya, “Mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa maksud Malam Qadar lebih baik dari seribu bulan adalah bahwa amal kebajikan di dalamnya lebih baik dari amal kebajikan selama seribu bulan yang di dalamnnya tidak ada Malam Qadar”. (Lihat Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, Riyadl-Daru ‘Alam al-Kutub, 1423 H/2003 M, juz XX, halaman 131).

Demikian jawaban singkat yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Tingkatkan ibadah dan hindari hal-hal yang dapat mengurangi kesempuraan puasa. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.



(Mahbub Ma’afi Ramdlan)
sumber ; NU Online

Jangan Selewengkan Makna Lailatul Qadar

Oleh Ubaidillah Achmad
Lailatul Qadar merupakan malam lebih baik dari seribu bulan, malam diturunkannya wahyu, malam terindah Nabi dan sahabat mencapai puncak spiritualitas atau malam membentuk sikap reflektif terhadap makna hakiki teks kewahyuan yang disucikan Allah. Dalam sebuah hadits dapat disarikan, bahwa Lailatul Qadar pada 10 hari terakhir atau 7 hari sisanya (HR Bukhari 4/221 dan Muslim 1165).

Malam mulia ini telah memunculkan beberapa perspektif yang masih perlu dikaji. Masih banyak yang menggambarkan malam ini penuh imajinasi yang keluar dari makna Lailatul Qadar. Seolah malam mulia ini dipaksakan sesuai dengan perspektif hal-hal yang terkait dengan dunia. Karenanya, mereka yang mendapatkannya akan beruntung bebas meminta, apakah berupa harta, tahta, dan sejuta imajinasi yang di luar prediksi manusia.

Pemaknaan imajinatif tentang Lailatul Qadar secara hedonistik dan pragmatis ini bertentangan dengan apa yang menjadi kekhawatiran Nabi Muhammad terhadap perkembangan pesat umat Islam di akhir zaman. Misalnya, banyak umat Islam yang justru pada lebih memilih mencintai dunia dan takut akan kematian. Bukankah kisah Nabi melihat keindahan malam Lailatul Qadar dalam keadaan bersujud meski basah kehujanan, artinya pencapaian kesempurnaan keseimbangan psikis merupakan puncak pilihan manusia yang tidak tergantikan oleh hal-hal yang bersifat duniawi.

Hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Dasud ini, telah berbelok bersamaan ceramah keagamaan para "ustadz" yang membuat glamor pada acara tayangan TV. Hal yang sama, juga marak kegiatan keagamaan yang menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Tema sedekah pun juga mengarah pada kapitalisasi sedekah dan komersialisasi dakwah keagamaan. Fenomena hedonistik dan pragmatis ini telah semarak, baik pada saat bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan.

Oleh karena itu, banyak distorsi pemaknaan terhadap bulan suci Ramadhan. Misalnya, Ramadhan yang seharusnya meminimalkan konsumsi dan menghindari kebutuhan berlebihan memanfaatkan sumber daya alam, justru pada bulan ini seperti menjadi bulan bagi mereka para pengikut aliran konsumerisme, pragmatisme, dan hedonisme. Dalam kebutuhan sehari-hari, satu keluarga pada bulan Ramadhan bisa berkebutuhan tiga kali lipat dari kebutuhan hari biasa. Misalnya, kebutuhan satu orang dipenuhi dengan yang seharusnya bisa dua orang.

Aktivitas Ramadhan yang seharusnya sama seperti hari biasa, namun pada bulan Ramadhan banyak yang mengurangi jam pekerjaan dan menambah waktu tidur atau istirahat. Hal ini berbeda dengan semangat Ramadhan. Bulan Ramadhan lebih tepat disebut sebagai bulan riyadlah dan bulan perenungan tentang sebuah hakikat kehidupan. Hal ini harus dilalui dengan hidup sederhana, memenuhi makan dan minum yang tidak berlebihan yang harus disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan. Sehubungan dengan ibadah, pada bulan ini harus lebih ditingkatkan. Misalnya, bertahlil, bertasbih, bershalawat, beristighfar, dan selalu bertaqarrub kepada Allah.

Dalam bulan riyadlah ini, mereka yang dapat Lailatur Qadar, adalah mereka yang digambarkan dalam Surat al-Qadr, hari lebih baik dari seribu bulan, para malaikat dan malaikat Jibril turun dan dengan izin Allah, berdoa untuk keselamatan seseorang yang mendapatkan Lailatul Qadar. Siapakah orang yang beruntung memperoleh Lailatul Qadar? Mereka yang mencapai pengetahuan, kesadaran, pengertian, dan kesatuan hakiki bersama rahasia-rahasia Allah. Mereka ini sudah tidak terpisahkan lagi oleh perasaan dan hijab, antara dirinya dan Allah. Mereka ini sudah tidak bertanya lagi bagaimana dan di mana Allah Azza wa Jalla. Pencapaian pada puncak inilah yang merupakan kenikmatan hakiki.

Al-Qur'an pada malam Lailatul Qadar, adalah pengetahuan yang membenarkan kebenaran. Sedangkan, Lailatul Qadar, adalah puncak kesadaran reflektif manusia membangun ketuhanan dan kemanusiaan seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an.

Ubaidillah Achmad, penulis buku Islam Geger Kendeng
sumber ; NU Online

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget