|
Ilustrasi |
Ketika tahta kekuasaan ( pemerintahan ) Damaskus di tangan Nuruddin AsySahid, Lairan Hasyawiyah mencapai Puncaknya. Kemudian dalam perjalann sejarah berikutnya, sekitar penghujung abad ke 7-H. Muncullah salah satu penganut aliran Hasyawiyyah yang bernama Ibnu Taymiyah.
Perlu di ketahui bahwa Ibnu Taymiyah Ini adalah sosok sebenarnya yang menjadi cikal bakal dari tumbuhnya aliran wahabi, sebuah aliran yang penamaannya di ambil dari nama belakang pemimpinnya, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi.
Sebenarnya banyak pendapat Ibnu Taimiyah yang berseberangan dengan pendapat Ijma’ Ulamak, tapi disini penulis hanya menulis 21 point berseberangannya pendapat Ibnu Taimiyah dengan Ijma’ Ulama.
Pendapat Ibnu Taimiyah yang berseberangan dengan Ijma Ulamak antara lain :
1. Talaknya seorang yang bersumpah akan mentalak istrinya, lalu ia melanggar sumpahnya, maka talaknya tersebut tidak jatuh / tidak terjadi / sah. Ia hanya mewajibkan membayar tebusan sumpah ( kafaratulm yamin ) yaitu dengan cara memberi makanan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian, atau membebaskanbudak. Padahal tidak ada seorang ulamak pun yang mengatakan pendapat semacam ini sebelumnya.
2. Bila seorang suami mentalak istri yang masih dalam keadaan haid, maka hukum talaknya tidak jatuh / tidak terjadi / tidak sah. Talak juga tidak jatuh apabila seorang suami mentalak istri yang masih dalam keadaan suci, tetapi ( sebelumnya ) ia gauli ( jimak ) terlebih dahulu.
3. Seorang muslim tidak di wajibkan mengqadha shalat apabila dengan sengaja ia meninggalkannya.
4. Seorang wanita yang sedang berada dalam masa haid dihalalkan melakukan tawaf tanpa di kenai kewajiban membayar kafarah ( tebusan )
5. Talak tiga harus di kembalikan status hukumnya menjadi talak satu. Padahal sebelum mengemukakan pendapat semacam ini, Ibnu taymiyah sendiri telah menjelaskan adanya ijma’ dalam persoalan ( talak ) ini.
6. Segala tarikan uang pemerintah, baik berupa pajak atau yang lain adalah halal. Juga apabila yang ditarik iuran tersebut adalah seorang pedagang, maka ia tidak perlu lagi mengeluarkan zakat, sekalipun tarikan atau pungutan tersebut tidak dinamakan zakat.
7. Segala sesuatu yang cair tidak di kenai hukum najis meskipun cairan itu kemasukan bangkai seperti tikus
8. Seseorang yang berjunub dimalam hari, maka ia boleh melakukan shalat sunnah malam, sehingga ia tidak perlu mandi sebelum terbit fajar, sekalipun ia sendiri tidak berstatus sebagai seorang musafir.
9. Syarath al-waqif ( persyaratan tujuan waqaf yang diutarakan oleh pewaqaf di awal ijab kabul ikrar waqaf ) tidak perlu digubris. Jadi , meskipun ada seseorang yang sengaja mewaqafkan suatu bangunan- atau berupa bentuk waqaf lainnya – hanya diperuntukkan bagi golongan pengikut madzhab Syafii, maka waqafan itu tetap boleh digunakan oleh para pengikut madzhab Hanafi, begitu sebaliknya.
10. Seseorang yang memiliki pendapat yang berbeda ( berseberangan ) dengan ijma’ para Ulamak, maka ia tidak di hukumi kafir, tidak pula fasiq.
11. Allah Swt., merupakan tempat bagi segala suatu yang baru – menerima unsur-unsur sifat makhluk. Dengan kata lain, segala sesuatu yang baru itu bertempat pada Dzat Allah Swt
12. Dzat Allah Swt, itu tersusun ( Murakab ) dari Partikel-partikel tertentu. Dan , Ia senantiasa butuh terhadap setiap partikel tersebut. Ibarat, suatu perkara yang umum senantiasa membutuhkan elemen-elemen perkara yang khusus.
13. Alqur’an adalah Makhluk ( Baru ) yang berada pada dzat Allah Swt.
14. Menganggap alam ini bersifat Qadim ( tidak memiiki permulaan / azali ) dari sisi jenisnya, sedangkan dalam hubungan tak terpisahkan dengan Allah Swt., alam itu selamanya bersifat makhluk. Dengan pendapat senmacam ini, Ibnu Taymiyah hendak mengatakan bahwa ‘ kewujudan alami ini bersifat wajib pada DzatNYA, Bukan bersifat ikhtiyri esuai kehendak-NYA’. Ini berarti Allah bukanlah pelaku yang maha mutlak di alam ini. Pandangan semacam ini tentu dengan ijma’ para ulama.
15. Meyakini bahwa Allah memilikibentuk ( jisim ), arah ( jihat ), dan kemungkinan berpindah-pindah ( intiqal ).
16. Mengatakan bahwa besarnya dzat Allah Swt. Seukuran dengan besarnya ‘Arsy, tidak lebih dan tidak pula kurang.
Maha suci Allah dari segala persangkaan yang keji dan kotor dari seorang yang sesat dan jelas kekafirannya. Semoga Allah menghinakannya beserta para pengikut-pengikutnya.
17. Neraka itu tidaklah kekal (fana).
18. Para nabi tidaklah maksum.
19. Nabi Muhammad Saw. Tidak mempunyai derajat apa-apa, sehingga tidak perlu menjadikan beliau sebagai sarana tawassul kepada Allah Swt.
20. Berangkat ke madinah dengan niat menziarahi makam Rosululloh Saw. Bagi Ibnu Taymiyah adalah sebuah kemaksiatan, oleh karenanya tidak di perkenankan meng qashar Shalat.
21. Kitab injil dan
kitab taurat tidak diubah redaksinya ( lafadznya ), keduanya hanya di ubah maknanya saja.
Demikian 21 Penyimpangan Ibnu Taymiyah dengan Ijma Ulamak, Selamat Belajar ! & Happy Blogging.! ( www.santriamatir.com )