June 2016



Untuk teman-teman yang akses dari web smartphone atau akses dari aplikasi silahkan klik text yang berjalan di bawah untuk masuk ke room isbat.
Apabila text berjalan tidak muncul silahkan download browser chrome terlebih dahulu (KALAU SUDAH ADA ABAIKAN YANG INI)   kemudian klik Disini
 Dan apabila mempunyai keinginan  untuk naik level dan menjadi Staff Room ISBAT Silahkan mengirimkan Pengajuan ke admin@santriamatir.com  atau melalui formulir disini

Hukum Puasa Tinggalkan Shalat

Shalat merupakan ibadah pokok dalam Islam dan wajib dikerjakan bagi orang yang sudah memenuhi persyaratan. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa shalat ialah amalan pertama yang dilihat (hisab) Allah di hari akhirat kelak (HR Ibn Majah).

Bahkan dalam hadits lain dikatakan, “Antara hamba (mukmin) dan kafir ialah meninggalkan shalat,” (HR Ibnu Majah). Maksudnya, meninggalkan shalat dapat menjadi perantara seorang untuk menjadi kafir.

Dua hadits yang dikutip di atas menunjukan betapa pentingnya mengerjakan shalat. Terlebih lagi, terdapat kesepakatan ulama (ijma’) bahwa shalat termasuk kewajiban yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Siapapun yang sudah memenuhi persyaratan, mesti mengerjakannya dalam keadaan apapun dan sesulit apapun. Selain puasa, terdapat kewajiban pokok lain yang hukumnya setara dengan shalat, seperti puasa, haji, dan zakat.

Kemudian, bagaimana hukumnya mengerjakan puasa, tetapi tidak mengerjakan shalat? Apakah puasanya masih dihukumi sah mengingat shalat sebagai amalan utama dan pokok?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita mesti merinci terlebih dahulu atau paling tidak bertanya kepada orang yang tidak shalat tersebut, kira-kira apa alasannya meninggalkan shalat. Apakah karena mengingkari kewajibannya atau lantaran malas. Sebab keduanya memiliki implikasi hukum yang berbeda-beda. Hasan Bin Ahmad al-Kaf dalam Taqriratus Sadidah fi Masail Mufidah menjelaskan:
له حالتان: فتارة يتركها جحودا وتارة يتركها كسلا: إذا تركها جحودا، أي: معتقدا أنها غير واجبة هو كالمرتد........،  إذا تركها كسلا: وذلك بأن أخرجها عن وقت الضرورة فهو مسلم

Artinya, “Ada dua kondisi orang yang meninggalkan shalat: meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya dan meninggalkan shalat karena malas. Orang yang masuk dalam kategori pertama, maka ia dihukumi murtad. Sementara orang yang meninggalkannya karena malas, hingga waktunya habis, maka ia masih dikatakan muslim.”

Berdasarkan pendapat ini, orang yang tidak mengerjakan shalat karena mengingkari kewajibannya, puasanya batal secara otomatis. Sebab dia sudah dianggap murtad dan keluar dari Islam termasuk hal yang dapat membatalkan puasa. Sementara puasa orang yang tidak mengerjakannya karena malas atau sibuk, statusnya masih muslim dan puasanya tidak batal secara esensial.

Kendati puasanya tidak batal secara esensial atau secara hukum fikih tidak dianggap batal dan tidak wajib qadha, namun puasanya tidak bernilai apa-apa dan pahalanya berkurang. Dalam Taqriratus Sadidahdisebutkan:

بطلات الصوم هي قسمان: قسم يبطل ثواب الصوم لا الصوم نفسه، فلا يجب عليه القضاء، وتسمى محبطات. وقسم يبطل الصوم وكذلك الثواب – إن كان بغير عذر- فيجب فيه القضاء، وتسمى مفطرات. 

Artinya, “Pembatalan puasa itu dibagi menjadi dua kategori: pertama, pembatalan yang merusak pahala puasa, namun tidak membatalkan puasa itu sendiri. Kategori ini dinamakan muhbithat (merusak pahala puasa) dan tidak diwajibkan qadha; kedua, sesuatu yang dapat membatalkan puasa dan merusak pahalanya. Bila melakukan ini tanpa udzur, maka wajib mengqadha puasa di hari lainnya. Kategori ini dinamakan mufthirat (membatalkan puasa).

Menurut penulis, meninggalkan shalat itu dapat dikategorikan sebagai muhbithat al-shaum. Dia tidak merusak keabsahan puasa, tetapi dia merusak pahala puasa. Sehingga, ibadah puasa yang mereka kerjakan tidak bernilai di hapadan Allah. Meskipun demikian, dia diharuskan untuk tetap berpuasa sebagaimana mestinya dan mengqadha shalat yang ditinggalnya. Wallahu a’lam.

     
Tingkat  Perkembangan  Motorik  Anak  0-15  Bulan
berikut hp akan menjelaskan tentang Perkembangan motorik anak 0-15 Bulan dari beberapa sumber.
    perkembangan motorik anak sebagai berikut:
      a.        Tengkurap,  mengangkat  kepala
b.       Tengkurap dada diangkat,  menggunakan  lengan  untuk menahan
c.        Berguling
d.       Menahan  berat  dengan  kaki
e.        Duduk  tanpa  berpegangan
f.        Berdiri  dengan  berpegangan
g.       Menarik  badan  hingga  berdiri
h.       Berdiri  menggunakan  perabotan  untuk  bertahan
i.         Berdiri  dengan  mudah
j.         Berjalan  dengan  mudah
Mudah-mudahan manfaat






Demikian Allah swt merahasiakan malam lailatul qadar dari umat manusia. Hanya orang-orang istimewa yang bisa memahami malam istimewa. Termasuk orang istimewa itu adalah hamba pilihan yaitu al-Musthafa Muhammad Rasulullah saw. Begitu istimewanya sehingga para sahabat sangat mengidam-idamkan malam lailatul qadar dan memberanikan diri bertanya kepada Rasulullah saw<>


فقد سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن علاملت ليلة القدر فقال هي ليلة بلجة اي مشرقة نيرة لاحارة ولا باردة ولاسحاب فيها ولامطر ولاريح ولايرمى فيها بنجم ولاتطلع الشمس صبيحتها مشعشة


Rasulullah saw pernah ditanya tentang tanda-tanda lailatul qadar, maka beliau bersabda: yaitu malam yang terang dan bercahaya, udaranya tidak panas dan tidak dingin, tidak ada mendung tidak ada hujan, tidak ada gerak angin dan tidak ada bintang yang dilempar. Paginya matahari terbit dengan terang tapi tidak terlalu memancar.


Meskipun menjadi manusia piliahan yang sudah dijamin oleh Allah swt kemuliaannya, Rasulullah saw tetap berusaha mendapatkan lailatul qadar setiap bulan Ramadhan dengan melakukan ibadah malam entah itu shalat, membaca al-Qur’an, beristighfar juga berzdikir dan berdo’a. Hal ini dibuktikan sendiri oleh Aisyah dan disampaikan melalui haditsnya:


كان رسول الله صلى الله عليه وسلم اذا دخل العشر احيا الليل وايقظ اهله وشد المئزر


Apabila Rasulullah saw. memasuki malam sepuluh terkahir bulan Ramadhan, beliau beribadah dengan sungguh-sungguh serta membangunkan anggota keluarganya.


Begitulah gambaran dari Sayyidah Aisyah tentang Rasulullah saw dan keluarganya dalam rangka memperoleh lailatul qadar. Bahkan Sayyidah Aisyah sendiri sempat bertanya kepada Rasulullah saw tentang do’a yang sebaiknya dibaca ketika memperoleh malam lailatul qadar.


يا رسول الله اذا وفيت ليلة القدر فبم ادعوا؟ قال قولى "اللهم انك عفو تحب العفو فاعف عنى"


Wahai Rasulullah, kalau kebetulan saya tepat pada lailatul qadar, do’a apakah yang harus saya baca? Nabi menjawab “bacalah “ALLAHUMMA INNAKA ‘AFWUN TUHIBBUL AFWA FA’FU ‘ANNI – Ya Allah Engkaulah maha pengampun, senang kepada ampunan, maka ampunilah aku”


Wal hasil Rasulullah saw telah memberikan kepada umatnya beberpa alamat tentang malam lailatul qadar, juga amalan dan do’a ketika bertepatan memperolehnya.


sumber : NU Online

Inilah Pengertian Frase Lebih Baik Dari Seribu Bulan

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Pengasuh Bahtsul Masail NU Online yang terhormat. Bahwa di sepuluh akhir bulan Ramadhan ini banyak orang mengharapkan mendapatkan lailatul qadar. Biasanya mereka meningkatkan intensitas ibadah di sepuluh terakhir bulan Ramadhan dengan harapan mendapatkan lailatul qadar.

Namun yang ingin kami tanyakan adalah apa maksud lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan? Pertanyaan selanjutnya adalah amalan apa yang sekiranya dapat mempermudah atau mempercepat kita mendapapatkan lailatul qadar. Atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ’alaikum wr. wb.(Wahyu/Bandung)

Jawaban
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Ada dua pertanyaan yang diajukan kepada kami. Pertama mengenai maksud dari malam lailatul qadar atau malam kemulian lebih baik dari seribu bulan. Kedua tentang amalan yang sekiranya dapat mempercepat kita mendapatkan lailatul qadar. Mengingat keterbatasan ruang dan waktu, maka kami akan menjawab pertanyaaan pertama terlebih dahulu. Sedang pertanyaan kedua insya Allah akan segera menyusul dalam edisi berikutnya.

Sebagaimana yang kita ketahui secara umum bahwa Al-Qur’an diturunkan pada lailatul qadar (Malam Kemulian). Dan ditegaskan pula bahwa lailatul qadar lebih baik baik dari seribu bulan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam surat Al-Qadar berikut ini.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3)

Artinya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) pada Malam Qadar (Malam Kemulian). Dan tahukah kamu, apa Malam Qadar itu? Malam Qadar itu lebih baik dari seribu bulan,” (QS Al-Qadr []: 1-3).

Maksud Al-Qur`an diturunkan pada Malam Qadar menurut Ibnu Abbas RA dan selainnya adalah diturunkan oleh Allah sekaligus (jumlatan wahidah) dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Baru kemudian setelah itu diturunkan kepada Rasulullah SAW secara selama kurang lebih dua puluh tiga tahun secara bertahap sesuai dengan kebutuhan. Demikian sebagaimana dikemukakan Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir-nya.

 قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَغَيْرُهُ: أَنْزَلَ اللهُ الْقُرْآنَ جُمْلَةً وَاحِدَةً مِنَ اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ إِلَى بَيْتِ الْعِزَّةِ مِنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا، ثُمَّ نُزِلَ مُفَصِّلًا بِحَسَبِ الْوَقَائِعِ فِي ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ سَنَةً عَلَى رَسُول ِاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya, “Menurut Ibnu Abbas ra dan yang lain Allah menurunkan Al-Qur`an sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia, kemudian Al-Qur`an diturukan kepada Rasulullah saw secara bertahap sesuai dengan kebutuhan realitas dalam rentang waktu dua puluh tiga tahun” (Lihat Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur`an al-Azhim, Riyadl-Daru Thayyibah, cet ke-2, 1420 H/1999 M, juz VIII, halaman 441).

Lantas, bagaimana dengan maksud Malam Qadar lebih baik dari seribu bulan sebagaimana dikemukakan dalam ayat di atas? Untuk menjawab pertanyaan ini maka kami akan mengacu kepada penjelasan para ahli tafsir.

Menurut mereka, Malam Qadar lebih baik dari seribu bulan ialah amal kebajikan yang dikerjakan pada Malam Qadar lebih baik daripada amal kebajikan yang dilakukan selama seribu bulan yang di dalamnya tidak adalam Malam Qadar. Termasuk di dalamnya adalah ibadah puasa dan shalat tarawih, bersedekah dan ibadah-ibadah lainnya.

قَالَ كَثِيرٌ مِنَ الْمُفَسِّرِينَ: أَيْ العَمَلُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْعَمَلِ فيِ أَلْفِ شَهْرٍ لَيْسَ فِيهَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ

Artinya, “Mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa maksud Malam Qadar lebih baik dari seribu bulan adalah bahwa amal kebajikan di dalamnya lebih baik dari amal kebajikan selama seribu bulan yang di dalamnnya tidak ada Malam Qadar”. (Lihat Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, Riyadl-Daru ‘Alam al-Kutub, 1423 H/2003 M, juz XX, halaman 131).

Demikian jawaban singkat yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Tingkatkan ibadah dan hindari hal-hal yang dapat mengurangi kesempuraan puasa. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.



(Mahbub Ma’afi Ramdlan)
sumber ; NU Online

Jangan Selewengkan Makna Lailatul Qadar

Oleh Ubaidillah Achmad
Lailatul Qadar merupakan malam lebih baik dari seribu bulan, malam diturunkannya wahyu, malam terindah Nabi dan sahabat mencapai puncak spiritualitas atau malam membentuk sikap reflektif terhadap makna hakiki teks kewahyuan yang disucikan Allah. Dalam sebuah hadits dapat disarikan, bahwa Lailatul Qadar pada 10 hari terakhir atau 7 hari sisanya (HR Bukhari 4/221 dan Muslim 1165).

Malam mulia ini telah memunculkan beberapa perspektif yang masih perlu dikaji. Masih banyak yang menggambarkan malam ini penuh imajinasi yang keluar dari makna Lailatul Qadar. Seolah malam mulia ini dipaksakan sesuai dengan perspektif hal-hal yang terkait dengan dunia. Karenanya, mereka yang mendapatkannya akan beruntung bebas meminta, apakah berupa harta, tahta, dan sejuta imajinasi yang di luar prediksi manusia.

Pemaknaan imajinatif tentang Lailatul Qadar secara hedonistik dan pragmatis ini bertentangan dengan apa yang menjadi kekhawatiran Nabi Muhammad terhadap perkembangan pesat umat Islam di akhir zaman. Misalnya, banyak umat Islam yang justru pada lebih memilih mencintai dunia dan takut akan kematian. Bukankah kisah Nabi melihat keindahan malam Lailatul Qadar dalam keadaan bersujud meski basah kehujanan, artinya pencapaian kesempurnaan keseimbangan psikis merupakan puncak pilihan manusia yang tidak tergantikan oleh hal-hal yang bersifat duniawi.

Hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Dasud ini, telah berbelok bersamaan ceramah keagamaan para "ustadz" yang membuat glamor pada acara tayangan TV. Hal yang sama, juga marak kegiatan keagamaan yang menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Tema sedekah pun juga mengarah pada kapitalisasi sedekah dan komersialisasi dakwah keagamaan. Fenomena hedonistik dan pragmatis ini telah semarak, baik pada saat bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan.

Oleh karena itu, banyak distorsi pemaknaan terhadap bulan suci Ramadhan. Misalnya, Ramadhan yang seharusnya meminimalkan konsumsi dan menghindari kebutuhan berlebihan memanfaatkan sumber daya alam, justru pada bulan ini seperti menjadi bulan bagi mereka para pengikut aliran konsumerisme, pragmatisme, dan hedonisme. Dalam kebutuhan sehari-hari, satu keluarga pada bulan Ramadhan bisa berkebutuhan tiga kali lipat dari kebutuhan hari biasa. Misalnya, kebutuhan satu orang dipenuhi dengan yang seharusnya bisa dua orang.

Aktivitas Ramadhan yang seharusnya sama seperti hari biasa, namun pada bulan Ramadhan banyak yang mengurangi jam pekerjaan dan menambah waktu tidur atau istirahat. Hal ini berbeda dengan semangat Ramadhan. Bulan Ramadhan lebih tepat disebut sebagai bulan riyadlah dan bulan perenungan tentang sebuah hakikat kehidupan. Hal ini harus dilalui dengan hidup sederhana, memenuhi makan dan minum yang tidak berlebihan yang harus disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan. Sehubungan dengan ibadah, pada bulan ini harus lebih ditingkatkan. Misalnya, bertahlil, bertasbih, bershalawat, beristighfar, dan selalu bertaqarrub kepada Allah.

Dalam bulan riyadlah ini, mereka yang dapat Lailatur Qadar, adalah mereka yang digambarkan dalam Surat al-Qadr, hari lebih baik dari seribu bulan, para malaikat dan malaikat Jibril turun dan dengan izin Allah, berdoa untuk keselamatan seseorang yang mendapatkan Lailatul Qadar. Siapakah orang yang beruntung memperoleh Lailatul Qadar? Mereka yang mencapai pengetahuan, kesadaran, pengertian, dan kesatuan hakiki bersama rahasia-rahasia Allah. Mereka ini sudah tidak terpisahkan lagi oleh perasaan dan hijab, antara dirinya dan Allah. Mereka ini sudah tidak bertanya lagi bagaimana dan di mana Allah Azza wa Jalla. Pencapaian pada puncak inilah yang merupakan kenikmatan hakiki.

Al-Qur'an pada malam Lailatul Qadar, adalah pengetahuan yang membenarkan kebenaran. Sedangkan, Lailatul Qadar, adalah puncak kesadaran reflektif manusia membangun ketuhanan dan kemanusiaan seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an.

Ubaidillah Achmad, penulis buku Islam Geger Kendeng
sumber ; NU Online

Hukum Buka Puasa Bersama di Rumah Ibadah Non-Muslim



ini yang bisa hp kutip dari sumbernya tentang : Hukum Buka Puasa Bersama di Rumah Ibadah Non-Muslim

Assalamu ’alaikum wr. wb.

Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang terhormat. Saya mendengar bahwa sepekan lalu, Kamis (16/6), kegiatan buka puasa bersama lintas iman yang rencananya dihadiri istri mendiang Gus Dur Hj Sinta Nuriyah terpaksa gagal di Gereja Katolik Kristus Ungaran, Semarang karena aksi penolakan sekelompok orang yang mengaku komunitas Muslim.


Pertanyaan saya, apakah pandangan Islam terkait buka puasa di tempat ibadah non-Muslim? Terima kasih.Wassalamu ‘alaikum wr.wb. (Abdul Malik, Jakarta).


Jawaban

Assalamu ‘alaikum wr.wb.

Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Perihal kasus yang saudara Malik tanyakan, Penulis melihat ada sejumlah persoalan. Kita akan membicarakan kasus ini setidaknya dari penolakan oleh sekelompok yang mengaku komunitas Muslim itu.

Apakah yang dipersoalkan itu adalah makanannya, tempat berbuka puasanya, kebersamaan Muslim yang berpuasa dengan non-Muslimnya, atau siapa yang mengundangnya? Menurut dugaan kami, setidaknya empat pokok masalah ini yang dipersoalkan. Kita akan memulai satu per satu menguraikan empat masalah ini.


Pertama masalah makanannya. Kalau makanan yang dihidangkan untuk berbuka puasa itu terbuat dari zat yang diharamkan seperti babi, anjing, khamar, dan segala bentuk makanan dan minuman, jelas memakan dan meminumnya adalah haram.


Tetapi kalau yang dihidangkan berupa makanan yang halal, maka tidak masalah mengonsumsinya meskipun itu disediakan non-Muslim. Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 5 sebagai berikut.




وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ


Artinya, “Makanan Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal juga bagi mereka.”


Perihal ayat ini, An-Nasafi dalam tafsirnya Madarikut Tanzil wa Haqaiqut Ta’wil menjelaskan,


وَطَعَامُ الذين أُوتُواْ الكتاب حِلٌّ لَّكُمْ } أي ذبائحهم لأن سائر الأطعمة لا يختص حلها بالملة { وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ } فلا جناح عليكم أن تطعموهم لأنه لوكان حراماً عليهم طعام المؤمنين لما ساغ لهم إطعامهم


Artinya, “(Makanan Ahli Kitab itu halal bagimu) maksudnya adalah hewan yang disembelih oleh mereka. Karena semua makanan itu tidak dihalalkan secara khusus untuk agama ini. (dan makanan kamu halal juga bagi mereka) sehingga tidak dosa kamu berbagi makanan dengan mereka. Karena seandainya makanan orang beriman itu haram untuk mereka, niscaya tidak boleh memberikan makanan itu kepada mereka,” (Lihat Abdullah bin Ahmad bin Mahmud An-Nasafi, Madarikut Tanzil wa Haqaiqut Ta’wil, Darul Fikr, Beirut).


Sedangkan kedua, masalah tempat sahur atau tempat berbuka puasa. Kita harus mengaitkan ibadah puasa dengan ibadah lainnya. Para ulama membedakan ibadah puasa dari lainnya. Kalau ibadah lainnya seperti shalat, umrah, dan haji, waktu dan tempat pelaksanaannya sudah ditentukan. Orang tidak bisa berhaji di sembarang tempat. Demikian juga shalat. Meskipun setiap jengkal tanah bisa menjadi tempat shalat, Rasulullah SAW memakruhkan shalat di tempat mendeku unta, kolam pemandian, tempat penampungan sampah, kuburan, atau di jalanan sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut.


عن ابن عمر قال نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يصلى في سبع مواطن في المزبلة والمجزرة والمقبرة وقارعة الطريق والحمام ومعاطن الإبل وفوق الكعبة


Artinya, “Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW melarang shalat di tujuh lokasi, tempat sampah, tempat jagal hewan, kuburan, di tengah jalan, kolam pemandian, tempat menderum unta, dan di atas Ka’bah,” (HR Ibnu Majah).

Adapun ibadah puasa hanya ditentukan waktunya yakni sejak terbit hingga terbenam matahari seperti disebutkan Al-Quran di Surat Al-Baqarah. Sedangkan perihal tempat, agama tidak membatasi orang yang berpuasa untuk melakukan sahur dan berbuka puasa di manapun. Jadi tidak ada larangan dalam Islam untuk bersahur dan berbuka puasa di tempat tertentu.

Sementara ketiga, kebersamaan dengan non-Muslim. Pergaulan antara Muslim dan non-Muslim tidak dipermasalahkan oleh Islam. Pada Surat Al-Mumtahanah ayat 8-9, Allah SWT menegaskan bagaimana seharusnya hubungan Muslim dan non-Muslim.


ولذا قال تعالى: لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)

Artinya, “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sungguh Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Pada ayat ini, kita dapat melihat sababun nuzulnya terlebih dahulu. Ibnu Ajibah membawa riwayat sebagai berikut.

رُوِي أن « قُتَيلةَ بنت عبد العزى » قَدِمَتْ مشركة على بنتها « أسماء بنت أبي بكر » رضي الله عنه ، بهدايا ، فلم تقبلها ، ولم تأذن لها بالدخول فنزلت ، وأمرها رسولُ الله صلى الله عليه وسلم أن تقبل منها ، وتُكرمها ، وتُحسن إليها

Artinya, “Diriwayatkan bahwa Qutailah binti Abdul Uzza (ketika musyrik) mendatangi anaknya, Asma binti Abu Bakar dengan membawa hadiah. Tetapi Asma tidak menerima pemberian ibunya dan tidak mengizinkan ibunya masuk rumah. Lalu turunlah ayat itu (Al-Mumtahanah ayat 8-9). Rasulullah SAW lalu meminta Asma untuk menerima pemberian ibunya, menghormati dan memuliakan ibunya,” (Lihat Ibnu Ajibah, Tafsir Al-Bahrul Madid).

Terakhir, adalah masalah siapa yang mengundang. Keterangan Abu Bakar bin Sayid Muhammad Syatha Dimyathi dalam Hasyiyah I’anatut Thalibin dapat membantu kita memperjelas persoalan ini.

( قوله إن دعاه مسلم ) خرج به ما لو كان كافرا فلا تطلب إجابته نعم تسن إجابة ذمي

Artinya, “(Jika diundang oleh seorang Muslim), kafir (harbi) tidak masuk kategori Muslim.Kalau diundang oleh kafir harbi, Muslim tidak wajib mendatangi undangannya. Tetapi disunahkan mendatangi undangan dzimmi (non-Muslim yang hidup rukun dengan Muslim),” (Lihat Abu Bakar bin Sayid Muhammad Syatha Dimyathi, Hasyiyah I’anatut Thalibin, Darul Fikr, Beirut).

Dari empat pokok yang dipermasalahkan, kita ternyata tidak menemukan masalah di dalamnya. Memang benar tidak ada ayat Al-Quran dan hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan kita untuk berbuka puasa atau sahur bersama non-Muslim. Tetapi kita juga tidak menemukan dalil Al-Quran dan hadits yang melarang buka puasa bersama di tempat ibadah non-Muslim.

Kami turut kecewa atas sikap penolakan sekelompok Muslim itu. Sebuah sikap yang memalukan. Saran kami, masyarakat Muslim mesti terus menggali perihal agama dan terutama hukum Islam secara seksama dan mendalam sehingga tidak asal berteriak ini munkar, itu munkar. Semuanya sudah jelas di dalam kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama.

Demikian jawaban singkat ini. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.


Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu ’alaikum wr. wb.


sumber ; NU Online

Peran-peran  Kemampuan  Motorik  Untuk  Perkembangan  Anak



Dalam perkembangan anak penulis dapat uraikan sebagai berikut :


a. Peran Kemampuan Motorik Untuk Perkembangan Fisiologis Anak


Dari segi fisiologis, pentingnya anak bergerak atau berolah raga akan menjaga anak agar tak mendapat masalah dengan jantungnya karna sering dan rutinnya anak bergerak dengan cara berolah raga maka kegiatan tersebut juga menstimulasi semua proses fisiologis anak, seperti peningkatan sirkulasi darah dan pernafasannya


b. Peran Kemampuan Motorik Untuk Perkembangan Sosial Dan Emosional Anak


Seorang anak yang mempunyai kemampuan motorik yang baik akan mempunyai rasa percaya diri yang besar. Lingkungan teman-temannya pun akan menerima anak yang memiliki kemampuan motorik atau gerak lebih baik, sedangkan anak yang tak memiliki kemampuan gerak tertentu akan kurang diterima teman-temannya


c. Peran kemampuan motorik untuk kognitif anak

Meningkatnya kemampuan fisik anak saat merka di usia Tk membuat aktifitas fisik/motorik mereka juga semakin banyak. Tak heran jika anak-anak Tk gemar sekali bernain tanpa mengenal lelah

Demikian Peran-peran Kemampuan Motorik Untuk Perkembangan Anak.  Selamat Belajar & Happy Blogging! (www.halalpenting.blogspot.com)

Postingan ini hanya sebagai dokumentasi yang saya peroleh dari Cb BloggerJ.
IKA ingin berbagi kode, sebaiknya gunakan Kotak Kode HTML agar kodenya tidak acak-acakan dan mengganggu tampilan posting.

Ini dia Cara Membuat Kotak Kode HTML di Posting Blog
1. Klik Mode "HTML"
2. Copy & Paste lode berikut ini:

<div style="border: 1px solid #ddd; padding: 10px; background-color: #f2f2f2; text-align: left;">
Kode Script Anda Di Sini
</div>

3. Klik Mode "Compose"
4. Maka akan muncul tampilan seperti ini:
<div style="border: 1px solid #ddd; padding: 10px; background-color: #f2f2f2; text-align: left;">
Kode Script Anda Di Sini
</div>

Nah, masukkan saja kode HTML/Javascript di bagian Kode Script Anda Di Sini

Cara Membuat Kotak Kode HTML di Posting Blogsumber : NJWV3

Postingan Ini sebagai dokumentasi yang saya dapatkan dari Template Njw link ada di bawah


BANYAK pengguna NJW V3 menanyakan cara memasang navigasi halaman bernomor atau menggunakan angka (number page navigation blogger). Ini penampakannya:
Navigasi Halaman Nomor

Sebenarnya banyak sekali tutorial tentang navigasi halaman nomor ini. Tapi, baiklah, berikut ini CB share tentang cara termudah memasangnya.

Gak pake ribet dan sukses terpasang di blog demo NJW V3 ini.

Cara Memasang Navigasi Halaman Nomor (Angka) di NJW V3

1. Klik "Template" > "Edit HTML"
2. Simpan kode berikut ini di atas kode </body> (kode </body> ada di bagian paling bawah)

<b:if cond='data:blog.pageType != &quot;item&quot;'>
<b:if cond='data:blog.pageType != &quot;static_page&quot;'>
<style>
#blog-pager{clear:both;margin:12px auto;text-align:center; padding: 7px;}
.blog-pager {background: none;}
.displaypageNum a,.showpage a,.pagecurrent{font-size: 14px;padding: 5px 12px;margin-right:5px; color: #666; background-color:#eee;}
.displaypageNum a:hover,.showpage a:hover, .pagecurrent{background:#359BED;text-decoration:none;color: #fff;}
#blog-pager .pagecurrent{font-weight:bold;color: #fff;background:#359BED;}
 .showpageOf{display:none!important}
#blog-pager .pages{border:none;}
</style>
<script type='text/javascript'>
  /*<![CDATA[*/
    var perPage=5;
    var numPages=6;
    var firstText ='First';
    var lastText ='Last';
    var prevText ='« Previous';
    var nextText ='Next »';
    var urlactivepage=location.href;
    var home_page="/";
  /*]]>*/
</script>
<script>
  /*<![CDATA[*/
    if (typeof firstText == "undefined") firstText = "First";
    if (typeof lastText == "undefined") lastText = "Last";
    var noPage;
    var currentPage;
    var currentPageNo;
    var postLabel;
    pagecurrentg();
    function looppagecurrentg(pageInfo) {
        var html = '';
        pageNumber = parseInt(numPages / 2);
        if (pageNumber == numPages - pageNumber) {
            numPages = pageNumber * 2 + 1
        }
        pageStart = currentPageNo - pageNumber;
        if (pageStart < 1) pageStart = 1;
        lastPageNo = parseInt(pageInfo / perPage) + 1;
        if (lastPageNo - 1 == pageInfo / perPage) lastPageNo = lastPageNo - 1;
        pageEnd = pageStart + numPages - 1;
        if (pageEnd > lastPageNo) pageEnd = lastPageNo;
        html += "<span class='showpageOf'>Page " + currentPageNo + ' of ' + lastPageNo + "</span>";
        var prevNumber = parseInt(currentPageNo) - 1;
        //Iccsi was here, doing magic
        if (currentPageNo > 1) {
   if (currentPage == "page") {
     html += '<span class="showpage firstpage"><a href="' + home_page + '">' + firstText + '</a></span>'
   } else {
     html += '<span class="displaypageNum firstpage"><a href="/search/label/' + postLabel + '?&max-results=' + perPage + '">' + firstText + '</a></span>'
   }
  }
    if (currentPageNo > 2) {
            if (currentPageNo == 3) {
                if (currentPage == "page") {
                    html += '<span class="showpage"><a href="' + home_page + '">' + prevText + '</a></span>'
                } else {
                    html += '<span class="displaypageNum"><a href="/search/label/' + postLabel + '?&max-results=' + perPage + '">' + prevText + '</a></span>'
                }
            } else {
                if (currentPage == "page") {
                    html += '<span class="displaypageNum"><a href="#" onclick="redirectpage(' + prevNumber + ');return false">' + prevText + '</a></span>'
                } else {
                    html += '<span class="displaypageNum"><a href="#" onclick="redirectlabel(' + prevNumber + ');return false">' + prevText + '</a></span>'
                }
            }
        }
        if (pageStart > 1) {
            if (currentPage == "page") {
                html += '<span class="displaypageNum"><a href="' + home_page + '">1</a></span>'
            } else {
                html += '<span class="displaypageNum"><a href="/search/label/' + postLabel + '?&max-results=' + perPage + '">1</a></span>'
            }
        }
        if (pageStart > 2) {
            html += ' ... '
        }
        for (var jj = pageStart; jj <= pageEnd; jj++) {
            if (currentPageNo == jj) {
                html += '<span class="pagecurrent">' + jj + '</span>'
            } else if (jj == 1) {
                if (currentPage == "page") {
                    html += '<span class="displaypageNum"><a href="' + home_page + '">1</a></span>'
                } else {
                    html += '<span class="displaypageNum"><a href="/search/label/' + postLabel + '?&max-results=' + perPage + '">1</a></span>'
                }
            } else {
                if (currentPage == "page") {
                    html += '<span class="displaypageNum"><a href="#" onclick="redirectpage(' + jj + ');return false">' + jj + '</a></span>'
                } else {
                    html += '<span class="displaypageNum"><a href="#" onclick="redirectlabel(' + jj + ');return false">' + jj + '</a></span>'
                }
            }
        }
        if (pageEnd < lastPageNo - 1) {
  html += '...'
        }
        if (pageEnd < lastPageNo) {
            if (currentPage == "page") {
                html += '<span class="displaypageNum"><a href="#" onclick="redirectpage(' + lastPageNo + ');return false">' + lastPageNo + '</a></span>'
            } else {
                html += '<span class="displaypageNum"><a href="#" onclick="redirectlabel(' + lastPageNo + ');return false">' + lastPageNo + '</a></span>'
            }
        }
        var nextnumber = parseInt(currentPageNo) + 1;
        if (currentPageNo < (lastPageNo - 1)) {
            if (currentPage == "page") {
                html += '<span class="displaypageNum"><a href="#" onclick="redirectpage(' + nextnumber + ');return false">' + nextText + '</a></span>'
            } else {
                html += '<span class="displaypageNum"><a href="#" onclick="redirectlabel(' + nextnumber + ');return false">' + nextText + '</a></span>'
            }
  }
  if (currentPageNo < lastPageNo) {
   //Iccsi was here, doing magic
   if (currentPage == "page") {
     html += '<span class="displaypageNum lastpage"><a href="#" onclick="redirectpage(' + lastPageNo + ');return false">' + lastText + '</a></span>'
   } else {
     html += '<span class="displaypageNum lastpage"><a href="#" onclick="redirectlabel(' + lastPageNo + ');return false">' + lastText + '</a></span>'
   }
        }
        var pageArea = document.getElementsByName("pageArea");
        var blogPager = document.getElementById("blog-pager");
        for (var p = 0; p < pageArea.length; p++) {
            pageArea[p].innerHTML = html
        }
        if (pageArea && pageArea.length > 0) {
            html = ''
        }
        if (blogPager) {
            blogPager.innerHTML = html
        }
    }

    function totalcountdata(root) {
        var feed = root.feed;
        var totaldata = parseInt(feed.openSearch$totalResults.$t, 10);
        looppagecurrentg(totaldata)
    }
    function pagecurrentg() {
        var thisUrl = urlactivepage;
        if (thisUrl.indexOf("/search/label/") != -1) {
            if (thisUrl.indexOf("?updated-max") != -1) {
                postLabel = thisUrl.substring(thisUrl.indexOf("/search/label/") + 14, thisUrl.indexOf("?updated-max"))
            } else {
                postLabel = thisUrl.substring(thisUrl.indexOf("/search/label/") + 14, thisUrl.indexOf("?&max"))
            }
        }
        if (thisUrl.indexOf("?q=") == -1 && thisUrl.indexOf(".html") == -1) {
            if (thisUrl.indexOf("/search/label/") == -1) {
                currentPage = "page";
                if (urlactivepage.indexOf("#PageNo=") != -1) {
                    currentPageNo = urlactivepage.substring(urlactivepage.indexOf("#PageNo=") + 8, urlactivepage.length)
                } else {
                    currentPageNo = 1
                }
                document.write("<script src=\"" + home_page + "feeds/posts/summary?max-results=1&alt=json-in-script&callback=totalcountdata\"><\/script>")
            } else {
                currentPage = "label";
                if (thisUrl.indexOf("&max-results=") == -1) {
                    perPage = 20
                }
                if (urlactivepage.indexOf("#PageNo=") != -1) {
                    currentPageNo = urlactivepage.substring(urlactivepage.indexOf("#PageNo=") + 8, urlactivepage.length)
                } else {
                    currentPageNo = 1
                }
                document.write('<script src="' + home_page + 'feeds/posts/summary/-/' + postLabel + '?alt=json-in-script&callback=totalcountdata&max-results=1" ><\/script>')
            }
        }
    }
    function redirectpage(numberpage) {
        jsonstart = (numberpage - 1) * perPage;
        noPage = numberpage;
        var nameBody = document.getElementsByTagName('head')[0];
        var newInclude = document.createElement('script');
        newInclude.type = 'text/javascript';
        newInclude.setAttribute("src", home_page + "feeds/posts/summary?start-index=" + jsonstart + "&max-results=1&alt=json-in-script&callback=finddatepost");
        nameBody.appendChild(newInclude)
    }

    function redirectlabel(numberpage) {
        jsonstart = (numberpage - 1) * perPage;
        noPage = numberpage;
        var nameBody = document.getElementsByTagName('head')[0];
        var newInclude = document.createElement('script');
        newInclude.type = 'text/javascript';
        newInclude.setAttribute("src", home_page + "feeds/posts/summary/-/" + postLabel + "?start-index=" + jsonstart + "&max-results=1&alt=json-in-script&callback=finddatepost");
        nameBody.appendChild(newInclude)
    }

    function finddatepost(root) {
        post = root.feed.entry[0];
        var timestamp1 = post.published.$t.substring(0, 19) + post.published.$t.substring(23, 29);
        var timestamp = encodeURIComponent(timestamp1);
        if (currentPage == "page") {
            var pAddress = "/search?updated-max=" + timestamp + "&max-results=" + perPage + "#PageNo=" + noPage
        } else {
            var pAddress = "/search/label/" + postLabel + "?updated-max=" + timestamp + "&max-results=" + perPage + "#PageNo=" + noPage
        }
        location.href = pAddress
    }
  /*]]>*/
</script>
</b:if>
</b:if>


3. Cari (Ctrl+F) kode <b:includable id='nextprev'>. Di bawahnya ada blog-pager seperti ini:

  <div class='blog-pager' id='blog-pager'>
    <b:if cond='data:newerPageUrl'>
      <span id='blog-pager-newer-link'>
      <a class='blog-pager-newer-link' expr:href='data:newerPageUrl' expr:id='data:widget.instanceId + &quot;_blog-pager-newer-link&quot;' expr:title='data:newerPageTitle'><data:newerPageTitle/></a>
      </span>
    </b:if>
    <b:if cond='data:olderPageUrl'>
      <span id='blog-pager-older-link'>
      <a class='blog-pager-older-link' expr:href='data:olderPageUrl' expr:id='data:widget.instanceId + &quot;_blog-pager-older-link&quot;' expr:title='data:olderPageTitle'><data:olderPageTitle/></a>
      </span>
    </b:if>
<b:if cond='data:blog.pageType == &quot;item&quot;'>
    <a class='home-link' expr:href='data:blog.homepageUrl'><data:homeMsg/></a>
    </b:if>
    <b:if cond='data:mobileLinkUrl'>
      <div class='blog-mobile-link'>
        <a expr:href='data:mobileLinkUrl'><data:mobileLinkMsg/></a>
      </div>
    </b:if>
  </div>

  <div class='clear'/>
5. Hapus semua kode tersebut dan ganti (replace) dengan kode berikut ini:

<b:if cond='data:blog.pageType != &quot;item&quot;'> 
<b:if cond='data:blog.pageType != &quot;static_page&quot;'>
  <div class='blog-pager' id='blog-pager'>
    <b:if cond='data:newerPageUrl'>
      <span id='blog-pager-newer-link'>
      <a class='blog-pager-newer-link' expr:href='data:newerPageUrl' expr:id='data:widget.instanceId + &quot;_blog-pager-newer-link&quot;' expr:title='data:newerPageTitle'><data:newerPageTitle/></a>
      </span>
    </b:if>
    <b:if cond='data:olderPageUrl'>
      <span id='blog-pager-older-link'>
      <a class='blog-pager-older-link' expr:href='data:olderPageUrl' expr:id='data:widget.instanceId + &quot;_blog-pager-older-link&quot;' expr:title='data:olderPageTitle'><data:olderPageTitle/></a>
      </span>
    </b:if>
<b:if cond='data:blog.pageType == &quot;item&quot;'>
    <a class='home-link' expr:href='data:blog.homepageUrl'><data:homeMsg/></a>
    </b:if>
    <b:if cond='data:mobileLinkUrl'>
      <div class='blog-mobile-link'>
        <a expr:href='data:mobileLinkUrl'><data:mobileLinkMsg/></a>
      </div>
    </b:if>
  </div>
  <div class='clear'/>
</b:if>
</b:if>

CATATAN:
Intinya sih, cuma nambahkan kode tag kondisional yang warna merah di posisi seperti di atas.

6. Save Template!
sumber : NJWV3

Bagi shobat yang suka Optimasi SEO tentunya sudah tidak asing dengan chkme.com, dimana di situ kita chek template kita SEO Friendly atau tidak. Sebenarnya dalam SEO ini saya sangat awam, sehingga terkadang saya abikan saja.
Di waktu saya  chek template newjohnywussv3, score SEO nya sangat menakjubkan yaitu 100%, tetapi setelah saya download dan saya terapkan di blog saya ini, kemudian saya chek chkme.com scorenya hanya 36%, ternyata disana terdapat tulisan H1:Zero, That is Really Bad
berikut screenshotnya :
akhirnya saya bingung 7 keliling, la wong templatenya score 100% setelah di terapkan di blog malah scorenya menjadi 36%.
Akhirnya saya coba utak atik beberapa hari, hapus kode sana sini, tambah kode sana sini, karna memang awam tentang SEO ya, ternyata penyebabnya adalah kode kotak pencarian, kurang lebihnya kodenya seperti ini
<style>
#search-box {position: relative;width: 100%;margin: 0;}
#search-form{height: 40px;border: 1px solid #999;-webkit-border-radius: 5px;-moz-border-radius: 5px;border-radius: 5px;background-color: #fff;overflow: hidden;}
#search-text{font-size: 14px;color: #ddd;border-width: 0;background: transparent;}
#search-box input[type="text"]{width: 90%;padding: 11px 0 12px 1em;color: #333;outline: none;}
#search-button {position: absolute;top: 0;right: 0;height: 42px;width: 80px;font-size: 14px;color: #fff;text-align: center;line-height: 42px;border-width: 0;background-color: #4d90fe;-webkit-border-radius: 0px 5px 5px 0px;-moz-border-radius: 0px 5px 5px 0px;border-radius: 0px 5px 5px 0px;cursor: pointer;} <div style='display:none'><a href='http://halalpenting.blogspot.com' target='_blank'>CB Desain Seacr Box</a>
</div></style>
<div id='search-box'><form action='/search' id='search-form' method='get' target='_top'>
<input id='search-text' name='q' placeholder='Search here...' type='text'/>
<button id='search-button' type='submit'><span>Search</span></button></form></div>
<br/>
untuk shobat yang pernah mengalami sama dengan saya, maka hapuslah kode yang di warnai merah, untuk kode selanjutnya di biarkan saja.
Maka masalah H1:Zero, That is Really Bad di ckme.com sudah teratasi dan scorenya akan kembali ke 100%.
Selamat Mencoba



Hukum Merokok
Hukum Rokok


Sejak awal abad XI Hijriyah atau sekitar empat ratus tahun yang lalu, rokok dikenal dan membudaya di berbagai belahan dunia Islam. Sejak itulah sampai sekarang hukum rokok gencar dibahas oleh para ulama di berbagai negeri, baik secara kolektif maupun pribadi. Perbedaan pendapat di antara mereka mengenai hukum rokok tidak dapat dihindari dan berakhir kontroversi. Itulah keragaman pendapat yang merupakan fatwa-fatwa yang selama ini telah banyak terbukukan. Sebagian di antara mereka menfatwakan mubah alias boleh, sebagian berfatwa makruh, sedangkan sebagian lainnya lebih cenderung menfatwakan haram.

Kali ini dan di negeri ini yang masih dilanda krisis ekonomi, pembicaraan hukum rokok mencuat dan menghangat kembali. Pendapat yang bermunculan selama ini tidak jauh berbeda dengan apa yang telah terjadi, yakni tetap menjadi kontroversi.<>

Kontroversi Hukum Merokok

Seandainya muncul fatwa, bahwa korupsi itu hukumnya haram berat karena termasuk tindak sariqah (pencurian), maka semua orang akan sependapat termasuk koruptor itu sendiri. Akan tetapi persoalannya akan lain ketika merokok itu dihukumi haram. Akan muncul pro dari pihak tertentu dan muncul pula kontra serta penolakan dari pihak-pihak yang tidak sepaham. Dalam tinjauan fiqh terdapat beberapa kemungkinan pendapat dengan berbagai argumen yang bertolak belakang.

Pada dasarnya terdapat nash bersifat umum yang menjadi patokan hukum, yakni larangan melakukan segala sesuatu yang dapat membawa kerusakan, kemudaratan atau kemafsadatan sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai berikut:

Al-Qur'an :

وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ. البقرة: 195

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik
. (Al-Baqarah: 195)

As-Sunnah :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ. رواه ابن ماجه, الرقم: 2331

Dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata ; Rasulullah SAW. bersabda: Tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri sendiri), dan tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri orang lain). (HR. Ibnu Majah, No.2331)

Bertolak dari dua nash di atas, ulama' sepakat mengenai segala sesuatu yang membawa mudarat adalah haram. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah apakah merokok itu membawa mudarat ataukah tidak, dan terdapat pula manfaat ataukah tidak. Dalam hal ini tercetus persepsi yang berbeda dalam meneliti dan mencermati substansi rokok dari aspek kemaslahatan dan kemafsadatan. Perbedaan persepsi ini merupakan babak baru munculnya beberapa pendapat mengenai hukum merokok dengan berbagai argumennya. 

Seandainya semua sepakat, bahwa merokok tidak membawa mudarat atau membawa mudarat tetapi relatif kecil, maka semua akan sepakat dengan hukum mubah atau makruh. Demikian pula seandainya semuanya sepakat, bahwa merokok membawa mudarat besar, maka akan sepakat pula dengan hukum haram.

Beberapa pendapat itu serta argumennya dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam hukum.

Pertama ; hukum merokok adalah mubah atau boleh karena rokok dipandang tidak membawa mudarat. Secara tegas dapat dinyatakan, bahwa hakikat rokok bukanlah benda yang memabukkan.

Kedua ; hukum merokok adalah makruh karena rokok membawa mudarat relatif kecil yang tidak signifikan untuk dijadikan dasar hukum haram.

Ketiga; hukum merokok adalah haram karena rokok secara mutlak dipandang membawa banyak mudarat. Berdasarkan informasi mengenai hasil penelitian medis, bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dalam, seperti kanker, paru-paru, jantung dan lainnya setelah sekian lama membiasakannya.

Tiga pendapat di atas dapat berlaku secara general, dalam arti mubah, makruh dan haram itu bagi siapa pun orangnya. Namun bisa jadi tiga macam hukum tersebut berlaku secara personal, dengan pengertian setiap person akan terkena hukum yang berbeda sesuai dengan apa yang diakibatkannya, baik terkait kondisi personnya atau kwantitas yang dikonsumsinya. Tiga tingkatan hukum merokok tersebut, baik bersifat general maupun personal terangkum dalam paparan panjang 'Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn 'Umar Ba'alawiy di dalam Bughyatul Mustarsyidin (hal.260) yang sepotong teksnya sebagai berikut:

لم يرد في التنباك حديث عنه ولا أثر عن أحد من السلف، ....... والذي يظهر أنه إن عرض له ما يحرمه بالنسبة لمن يضره في عقله أو بدنه فحرام، كما يحرم العسل على المحرور والطين لمن يضره، وقد يعرض له ما يبيحه بل يصيره مسنوناً، كما إذا استعمل للتداوي بقول ثقة أو تجربة نفسه بأنه دواء للعلة التي شرب لها، كالتداوي بالنجاسة غير صرف الخمر، وحيث خلا عن تلك العوارض فهو مكروه، إذ الخلاف القوي في الحرمة يفيد الكراهة

Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun di antara para shahabat Nabi SAW. … Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila membawa mudarat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur-unsur yang mubah tetapi berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. Sekiranya terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur-unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur haram itu dapat difahami makruh hukumnya.
Senada dengan sepotong paparan di atas, apa yang telah diuraikan oleh Mahmud Syaltut di dalam Al-Fatawa (hal.383-384) dengan sepenggal teks sebagai berikut:

إن التبغ ..... فحكم بعضهم بحله نظرا إلى أنه ليس مسكرا ولا من شأنه أن يسكر ونظرا إلى أنه ليس ضارا لكل من يتناوله, والأصل في مثله أن يكون حلالا ولكن تطرأ فيه الحرمة بالنسبة فقط لمن يضره ويتأثر به. .... وحكم بعض أخر بحرمته أوكراهته نظرا إلى ما عرف عنه من أنه يحدث ضعفا فى صحة شاربه يفقده شهوة الطعام ويعرض أجهزته الحيوية أو أكثرها للخلل والإضطراب.

Tentang tembakau … sebagian ulama menghukumi halal karena memandang bahwasanya tembakau tidaklah memabukkan, dan hakikatnya bukanlah benda yang memabukkan, disamping itu juga tidak membawa mudarat bagi setiap orang yang mengkonsumsi. ...Pada dasarnya semisal tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama' lainnya menghukumi haram atau makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ-organ penting terjadi infeksi serta kurang stabil.

Demikian pula apa yang telah dijelaskan oleh Prof Dr Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh (Cet. III, Jilid 6, hal. 166-167) dengan sepotong teks, sebagai berikut:

القهوة والدخان: سئل صاحب العباب الشافعي عن القهوة، فأجاب: للوسائل حكم المقاصد فإن قصدت للإعانة على قربة كانت قربة أو مباح فمباحة أو مكروه فمكروهة أو حرام فمحرمة وأيده بعض الحنابلة على هذا التفضيل. وقال الشيخ مرعي بن يوسف الحنبلي صاحب غاية المنتهى: ويتجه حل شرب الدخان والقهوة والأولى لكل ذي مروءة تركهما

Masalah kopi dan rokok; penyusun kitab Al-'Ubab dari madzhab Asy-Syafi'i ditanya mengenai kopi, lalu ia menjawab: (Kopi itu sarana) hukum, setiap sarana itu sesuai dengan tujuannnya. Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang mubah maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka menjadi makruh, atau haram maka menjadi haram. Hal ini dikuatkan oleh sebagian ulama' dari madzhab Hanbaliy terkait penetapan tingkatan hukum ini. Syaikh Mar'i ibn Yusuf dari madzhab Hanbaliy, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha mengatakan : Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang santun lebih utama meninggalkan keduanya.


Ulasan 'Illah (reason of law)
Sangat menarik bila tiga tingkatan hukum merokok sebagaimana di atas ditelusuri lebih cermat. Kiranya ada benang ruwet dan rumit yang dapat diurai dalam perbedaan pendapat yang terasa semakin sengit mengenai hukum merokok. Benang ruwet dan rumit itu adalah beberapa pandangan kontradiktif dalam menetapkan 'illah atau alasan hukum yang di antaranya akan diulas dalam beberapa bagian.

Pertama; sebagian besar ulama' terdahulu berpandangan, bahwa merokok itu mubah atau makruh. Mereka pada masa itu lebih bertendensi pada bukti, bahwa merokok tidak membawa mudarat, atau membawa mudarat tetapi relatif kecil. Barangkali dalam gambaran kita sekarang, bahwa kemudaratan merokok dapat pula dinyaakan tidak lebih besar dari kemudaratan durian yang jelas berkadar kolesterol tinggi. Betapa tidak, sepuluh tahun lebih seseorang merokok dalam setiap hari merokok belum tentu menderita penyakit akibat merokok. Sedangkan selama tiga bulan saja seseorang dalam setiap hari makan durian, kemungkinan besar dia akan terjangkit penyakit berat.

Kedua; berbeda dengan pandangan sebagian besar ulama' terdahulu, pandangan sebagian ulama sekarang yang cenderung mengharamkan merokok karena lebih bertendensi pada informasi (bukan bukti) mengenai hasil penelitian medis yang sangat detail dalam menemukan sekecil apa pun kemudaratan yang kemudian terkesan menjadi lebih besar. Apabila karakter penelitian medis semacam ini kurang dicermati, kemudaratan merokok akan cenderung dipahami jauh lebih besar dari apa yang sebenarnya. Selanjutnya, kemudaratan yang sebenarnya kecil dan terkesan jauh lebih besar itu (hanya dalam bayangan) dijadikan dasar untuk menetapkan hukum haram. Padahal, kemudaratan yang relatif kecil itu seharusnya dijadikan dasar untuk menetapkan hukum makruh.

Hal seperti ini kemungkinan dapat terjadi khususnya dalam membahas dan menetapkan hukum merokok. Tidakkah banyak pula makanan dan minuman yang dinyatakan halal, ternyata secara medis dipandang tidak steril untuk dikonsumsi. Mungkinkah setiap makanan dan minuman yang dinyatakan tidak steril itu kemudian dihukumi haram, ataukah harus dicermati seberapa besar kemudaratannya, kemudian ditentukan mubah, makruh ataukah haram hukumnya.

Ketiga; hukum merokok itu bisa jadi bersifat relatif dan seimbang dengan apa yang diakibatkannya mengingat hukum itu berporos pada 'illah yang mendasarinya. Dengan demikian, pada satu sisi dapat dipahami bahwa merokok itu haram bagi orang tertentu yang dimungkinkan dapat terkena mudaratnya. Akan tetapi merokok itu mubah atau makruh bagi orang tertentu yang tidak terkena mudaratnya atau terkena mudaratnya tetapi kadarnya kecil.

Keempat; kalaulah merokok itu membawa mudarat relatif kecil dengan hukum makruh, kemudian di balik kemudaratan itu terdapat kemaslahatan yang lebih besar, maka hukum makruh itu dapat berubah menjadi mubah. Adapun bentuk kemaslahatan itu seperti membangkitkan semangat berpikir dan bekerja sebagaimana biasa dirasakan oleh para perokok. Hal ini selama tidak berlebihan yang dapat membawa mudarat cukup besar. Apa pun yang dikonsumsi secara berlebihan dan jika membawa mudarat cukup besar, maka haram hukumnya. Berbeda dengan benda yang secara jelas memabukkan, hukumnya tetap haram meskipun terdapat manfaat apa pun bentuknya karena kemudaratannya tentu lebih besar dari manfaatnya.


KH Arwani Faishal
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU

sumber : NU Online


MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget